A. Perkembangan Anak di Lingkungan Sekolah
Sekolah
memegang peranan penting dalam proses sosialisasi anak, walaupun sekolah
merupakan hanya salah satu lembaga yang bertanggung jawab atas pendidikan anak.
Anak mengalami perubahan dalam perilaku sosialnya setelah ia masuk ke sekolah.
Di rumah ia hanya bergaul dengan anggota keluarga yang terbatas jumlahnya, terutama
dengan anggota keluarga dan anak-anak tetangga. Suasana dirumah bercorak
informal dan banyak tindakan yang diizinkan menurut suasana di rumah.
Anak
itu mengalami suasana yang berbeda di sekolah. Ia bukan lagi anak istimewa yang
diberi perhatian khusus oleh ibu guru, melainkan hanya salah seorang di antara
puluhan murid lainnya di dalam kelas. Dengan suasana kelas demikian, anak itu
melihat dirinya sebagai salah seorang di antara anak-anak lainnya. Jadi di
sekolah anak itu belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial yang baru
yang memperluas keterampilan sosialnya. Ia juga berkenalan dengan anak yang
berbagai ragam latar belakang dan belajar untuk menjalankan peranannya dalam
struktur sosial yang dihadapinya di sekolah.
Dalam
perkembangan fisik dan psikologis anak, selanjutnya anak memperoleh
pengalaman-pengalaman baru dalam hubungan sosialnya dengan anak-anak lain yang
berbeda status sosial, kesukuan, agama, jenis kelamin dan kepribadiannya.
Lambat laun ia membebaskan diri dari ikatan rumah tangga untuk mencapai
kedewasaan dalam hubungan sosialnya dengan masyarakat luas.
Sekolah
berfungsi dan bertujuan sebagai
lembaga untuk memproses
perkembangan anak secara menyeluruh sehingga dapat berkembang secara optimal
sesuai dengan harapan-harapan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Menurut Santrok dan Yussen,
sekolah dilukiskan sebagai masyarakat kecil bagi anak yang memiliki budaya,
norma dan aturan, serta tuntutan-tuntutan tertentu. Dengan demikian sekolah
mendefinisikan dan membatasi prilaku, perasaan, dan sikap anak.
Dalam lingkungan sekolah juga
terdapat struktur dan iklim kelas. Yang dimaksud struktur kelas ialah sebagai
pola-pola hubungan yang dikembangkan dalam proses interaksi aktifitas kelas.
Sedangkan, iklim kelas menyangkut suasana emosional yang berkembang dan dialami
oleh anggota kelas, khusunya anak, di saat kegiatan kelas berlangsung.
Sementara itu, cara pembelajaran di
lingkungan sekolah yang hanya menekankan unsur-unsur pengetahuan dan bersifat
verbalistik akan mengakibatkan proses pembelajaran hanya berkenaan dengan
pengayaan pengetahuan namun kurang bermakna bagi anak sehingga hasilnya akan
sangat mudah untuk dilupakan oleh anak. Kurangnya anak diberi kesempatan untuk
memecahkan masalah, berdiskusi, dan berinteraksi dengan temannya menyebabkan
aspek-aspek pribadi anak kurang dikembangkan.
B.
Sifat-Sifat, Fungsi, dan Peranan
Lembaga Pendidikan Sekolah
Sekolah
merupakan lembaga pendidikan kedua setelah keluarga yang bersifat formal namun
tidak kodrati. Kendatipun demikian banyak orang tua (dengan berbagai alasan)
menyerahkan tanggung jawab pendidikan anaknya kepada sekolah. Dari kenyataan
tersebut, maka menurut Hasbullah (1999) sifat-sifat dari pendidikan sekolah
tersebut adalah:
1.
Tumbuh Sesudah Keluarga (pendidikan
kedua) Dalam sebuah keluarga tidak selamanya tersedia kesempatan dan
kesanggupan memberikan pendidikan kepada anaknya, sehingga keluarga menyerahkan
tanggung jawabnya kepada sekolah. Di sekolah, anak-anak memperoleh kecakapan
seperti membaca, menulis, berhitung, menggambar serta ilmu-ilmu yang lain. Di
samping itu juga diberikan pelajaran menghargai keindahan, membedakan benar dan
salah serta pendidikan agama. Materi-materi tersebut jelas sangat sulit
diselenggarakan di lingkungan keluarga.
2.
Lembaga Pendidikan Formal, Dinamakan lembaga
pendidikan formal, karena sekolah mempunyai bentuk yang jelas, dalam arti
memiliki program yang telah direncanakan dengan teratur dan ditetapkan dengan
resmi, misalnya di sekolah ada rencana pengajaran, jam pelajaran dan peraturan
lain yang menggambarkan bentuk sekolah secara keseluruhan.
3.
Lembaga Pendidikan yang Tidak Bersifat
Kodrati, Lembaga pendidikan didirikan atas dasar hubungan darah antara guru dan
murid seperti halnya di keluarga, tetapi berdasarkan hubungan yang bersifat
formal. Murid juga secara kodrat harus mengikuti pendidikan sekolah tertentu,
karena itu sekolah merupakan pendidikan yang tidak bersifat kodrati. Dalam hal
ini sudah barang tentu hubungan antara pendidik dan anak didik di sekolah tidak
seakrab hubungan di dalam kehidupan keluarga, sebab di antara guru dan murid
tidak ada ikatan berdasarkan hubungan darah, di samping itu terlalu banyak
murid yang harus dihadapi oleh guru.
Sekolah berfungsi dan bertujuan sebagai lembaga untuk memproses
perkembangan anak secara menyeluruh sehingga dapat berkembang secara optimal
sesuai dengan harapan-harapan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Menurut Santrok dan Yussen,
sekolah dilukiskan sebagai masyarakat kecil bagi anak yang memiliki budaya,
norma dan aturan, serta tuntutan-tuntutan tertentu. Dengan demikian sekolah
mendefinisikan dan membatasi prilaku, perasaan, dan sikap anak.
Peranan sekolah sebagai lembaga yang membantu
lingkungan keluarga,
maka sekolah bertugas mendidik dan mengajar serta memperbaiki dan memperhalus tingkah laku anak
didik yang dibawa
dari keluarganya. Sementara dalam perkembangan kepribadian anak didik, peranan
sekolah dengan melalui kurikulum, antara lain yaitu,
1.
Anak didik belajar bergaul sesama anak didik,
antara guru dengan
anak didik, dan antara anak didik dengan orang yang bukan guru (karyawan).
2.
Anak didik belajar mentaati
peraturan-peraturan sekolah.
3.
Mempersiapkan anak didik untuk menjadi
anggota masyarakat
yang berguna bagi agama, bangsa dan negara. Jelasnya bisa dikatakan
bahwa sebagian besar pembentukan kecerdasan (pengertian), sikap dan minat
sebagai bagian dari
pembentukan kepribadian, dilaksanakan oleh sekolah. Kenyataan ini menunjukkan, betapa
penting dan besar pengaruh dari
sekolah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar