A. Ciri-ciri Belajar
Hakekat belajar adalah perubahan tingkah laku sehingga
menurut Djamarah(2002:15) belajar mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Belajar adalah perubahan yang terjadi
secara sadar.
2.
Perubahan dalam belajar bersifat
fungsional.
3.
Perubahan dalam belajar bersifat positif
dan aktif.
4.
Perubahan dalam belajar tidak bersifat
sementara.
5.
Perubahan dalam belajar bertujuan atau
terarah.
6.
Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah
laku.
Menurut aliran Humanis bahwa setiap orang menentukan
sendiri tingkahlakunya. Orang bebas memilih sesuai dengan kebutuhannya. Tidak
terikat padalingkungan. Hal ini sesuai dengan Wasty Sumanto yang dikutip dari
Darsono(2000:18) bahwa tujuan pendidikan adalah membantu masing-masing individu
untuk mengenal dirinya sendiri sebagai manusia yang unik dan membantunya
dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri masing-masing. Menurut
pandangan dan teori Konstruktivisme (Sardiman, 2006:37) belajar merupakan
proses aktif dari si subyek belajar untuk merekonstruksi makna, sesuatu entah tes, kegiatan dialog, pengalaman fisik dan lain-lain.
Belajar merupakan prosesmengasimilasi dan menghubungkan dengan pengalaman atau
bagian yangdipelajarinya dari pengertian yang dimiliki sehingga pengertiannya
menjadi berkembang
Sehubungan dengan hal itu, ada
beberapa ciri atau prinsip dalam belajar menurut Paul Suparno seperti
dikutip oleh Sardiman (2006: 38) yang dijelaskansebagai berikut:
1.
Belajar mencari makna. Makna diciptakan
siswa dari apa yang mereka lihat,dengar, rasakan, dan alami.
2.
Konstruksi makna adalah proses yang terus
menerus.
3.
Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan
fakta, tetapi merupakan pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian
yang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan tetapi perkembangan itu
sendiri.
4.
Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman
subyek belajar dengan dunia fisik dengan lingkungannya.
5.
Hasil belajar seseorang tergantung pada
apa yang telah diketahui si subyek belajar, tujuan, motivasi yang
mempengaruhi proses interaksi dengan bahan yangtelah dipelajari.
Berdasarkan ciri-ciri yang
disebutkan di atas, maka proses mengajar bukanlah kegiatan memindahkan
pengetahuan dari guru ke siswa tetapi suatu kegiatan yangmemungkinkan siswa
merekonstruksi sendiri pengetahuannya dan menggunakan pengetahuan untuk diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu gurusangat dibutuhkan untuk
membantu belajar siswa sebagai perwujudan perannyasebagai mediator dan
fasilitator
Belajar tidak hanya berkenaan dengan jumlah
pengetahuan tetapi juga meliputi seluruh kemampuan individu.
1.
belajar harus memungkinkan terjadinya
perubahan perilaku pada diri individu. Perubahan tersebut tidak hanya pada
aspek pengetahuan atau kognitif saja tetapi juga meliputi aspek sikap dan nilai
(afektif) serta keterampilan (psikomotor).
- perubahan itu harus merupakan buah dari pengalaman. Perubahan prilaku yang terjadi pada diri individu karena adanya interaksi antara dirinya dengan lingkungan. Interaksi ini dapat berupa interaksi fisik. Misalnya, seorang anak akan mengetahui bahwa api itu panas setelah ia menyentuh api yang menyala pada lilin. Di samping melalui interaksi fisik, perubahan kemampuan tersebut dapat diperoleh melalui interaksi psikis. Contohnya, seorang anak akan berhati-hati menyeberang jalan setelah ia melihat ada orang yang tertabrak kendaraan. Perubahan kemampuan tersebut terbentuk karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya. Mengedipkan mata pada saat memandang cahaya yang menyilaukan atau keluar air liur pada saat mencium harumnya masakan bukan meruapakan hasil belajar. Di samping itu, perubahan prilaku karena faktor kematangan tidak termasuk belajar. Seorang anak tidak dapat belajar berbicara sampai cukup umurnya. Tetapi perkembangan kemampuan berbicaranya sangat tergantung pada rangsangan dari lingkungan sekitar. Begitu juga dengan kemampuan belajar.
- perubahan tersebut relatif tetap. Perubahan perilaku akibat obat-obatan, minuman keras, dan yang lainnya tidak dapat dikategorikan sebagai perilaku hasil belajar. Seorang atlet yang dapat melakukan lompat galah melebihi rekor orang lain karena minum obat tidak dapat dikategorikan sebagai hasil belajar. Perubahan tersebut tidak bersifat menetap. Perubahan perilaku akibat belajar akan bersifat cukup permanen. (Udin S. Winataputra, dkk, 2008)
Ciri utama dari pembelajaran adalah
inisiasi, fasilitasi, dan peningkatan proses belajar siswa. Sedangkan
komponen-komponen dalam pembelajaran adalah tujuan, materi, kegiatan, dan
evaluasi pembelajaran.
B. Paradigma Konstruktivisme dalam
Pembelajaran
Kontruktivisme
merupakan aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita
merupakan hasil konstruksi kita sendiri (von Glaserfeld dalam Pannen dkk,
2001:3). Konstruktivisme sebagai aliran filsafat, banyak mempengaruhi konsep
ilmu pengetahuan, teori belajar dan pembelajaran. Konstruktivisme menawarkan
paradigma baru dalam dunia pembelajaran. Sebagai landasan paradigma
pembelajaaran, konstruktivisme menyerukan perlunya partisipasi aktif siswa
dalam proses pembelajaran, perlunya pengembagan siswa belajar mandiri, dan
perlunya siswa memiliki kemampun untuk mengembangkan pengetahuannya sendiri.
Seruan
tersebut memberi dampak terhadap landasan teori belajar dalam dunia pendidikan
di Indonesia. Semula teori belajar dalam pendidikan Indonesia, lebih didominasi
aliran psikologi behaviorisme. Akan tetapi saat ini, para pakar pendidikan di
Indonesia banyak yang menyerukan agar landasan teori belajar mengaju pada
aliran konstruktivisme.
Akibatnya,
oreintasi pembelajaran di kelas mengalami pergeseran. Orentasi pembelajaran
bergeser dari berpusat pada guru mengajar ke pembelajaran berpusat pada siswa. Siswa
tidak lagi diposisikan bagaikan bejana kosong yang siap diisi. Dengan sikap
pasrah siswa disiapkan untuk dijejali informasi oleh gurunya. Atau siswa
dikondisikan sedemikian rupa untuk menerima pengatahuan dari gurunya. Siswa
kini diposisikan sebagai mitra belajar guru. Guru bukan satu-satunya pusat
informasi dan yang paling tahu. Guru hanya salah satu sumber belajar atau
sumber informasi. Sedangkan sumber belajar yang lain bisa teman sebaya,
perpustakaan, alam, laboratorium, televisi, koran dan internet.
Bagi
aliran konstruktivisme, guru tidak lagi menduduki tempat sebagai pemberi ilmu.
Tidak lagi sebagai satu-satunya sumber belajar. Namun guru lebih diposisikan
sebagai fasiltator yang memfasilitasi siswa untuk dapat belajar dan mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri. Aliran ini lebih menekankan bagaimana siswa belajar
bukan bagaimana guru mengajar.
Sebagai
fasilitator guru bertanggung jawab terhadap kegiatan pembelajaran di kelas.
Diantara tanggung jawab guru dalam pembelajaran adalah menstimulasi dan
memotivasi siswa. Mendiagnosis dan mengatasi kesulitan siswa serta menyediakan
pengalaman untuk menumbuhkan pemahaman siswa. Oleh karena itu, guru harus
menyediakan dan memberikan kesempatan sebanyak mungkin kepada siswa untuk
belajar secara aktif. Sedemikian rupa sehingga para siswa dapat menciptakan,
membangun, mendiskusikan, membandingkan, bekerja sama, dan melakukan
eksperimentasi dalam kegiatan belajarnya.
Memperhatikan
uraian diatas, nampanya pembelajaran dengan pendekatan problem posing sejalan
dengan prinsip pembelajaran berparadigma konstruktivisme. Melalui pembelajaran
dengan pendekatan problem posing, siswa bisa belajar aktif dan mandiri. Ia akan
membagun pengetahuannya dari yang sederhana menuju pengetahuan yang kompleks.
Dan dengan bantuan guru, siswa bisa diarahkan untuk mengaitkan suatu informasi
dengan informasi yang lainnya sehingga terbentuk suatu pemahaman baru.
Salah
satu pendekatan yang dapat digunakan untuk mendukung proses tersebut adalah
pembelajaran dengan pendekatan problem posing. Beberapa hasil penelitian
menemukan bahwa pembelajaran dengan pendekatan problem posing memiliki dampak
positif terhadap prestasi belajar siswa. Selain itu Rusefendi dalam Surtini
(2004:49) mengatakan bahwa upaya membantu siswa memahami soal dapat dilakukan
dengan menulis kembali soal tersebut dengan kata-katanya sendiri, menuliskan
soal dalam bentuk lain atau dalam bentuk operasional. Kegiatan inilah yang
dikenal dengan istilah problem posing. Oleh karena itu dengan pembelajaran
problem posing ini, siswa diharapkan dapat membuat soal sendiri yang tidak jauh
beda dengan soal yang diberikan oleh guru dari situasi-situasi yang ada
sehingga siswa terbiasa dalam menyelesaikan soal termasuk soal cerita dan
diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
materi nya boleh aku coopy yha.... ^_^
BalasHapus