A.
Model Pembelajaran Menurut Bruce
Menurut Bruce menyebutkan
berbagai macam model pembelajaran diantaranya;
1.
Inductive Thingking, adalah sebuah
pembelajaran yang bersifat langsung tapi sangat efektif untuk membantu siswa
mengembangkan keterampilan berpikir. Model berpikir induktif cenderung lebih
mudah digunakan pada materi pembelajaran yang masih bersifat konseptual. Ha ini
dapat dilihat pada pola dan karakteristik pembelajaran yang merupakan kategori
berpikir induktif ini. Namun, tidak menutup kemungkinan aktifitas yang
dikembangkan dalam proses pembelajaran akan melibatkan unsur psikomotorik dari
peserta
2.
Latihan
Inkuiri (Inquiry Training Model), Rechard Suchman
sebagai tokoh model Latihan Inkuiri ini mengemukakan bahwa tujuan daripada
Latihan Inkuiri ialah mengembangkan keterampilan kognitif dalam melacak dan
mengolah data-data. Di samping itu untuk meningkatkan kemampuan melihat
konsep-konsep logis serta hubungan kausalitas dalam mengolah sendiri informasi
secara produktif.
3.
Strategi
Pembelajran Inkuiri Biologi ( biological science inquiry model ), Strategi
pembelajaran inkuiri merupakan teori preskriptif yang menggunakan proses
pemecahan masalah dan pengambilan keputusan untuk memahami bagaimana melakukan
dan bagaimana menggunakan pemahaman tersebut dalam mendiskripsikan fenomena,
memformulasikan hipotesis, dan menguji hipotesis. Strategi pembelajaran inkuiri
adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankankan pada proses berpikir
kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu
permasalahan yang dipertanyakan.
4.
Model pembelajaran Memorization (Memory Model), dalam penelitian ini didefenisikan sebagai pola atau desain pembelajaran
yang menggunakan memori untuk meningkatkan pemahaman dengan strategi membangun
hubungan objek-objek yang dipelajari serta hubungan konseptualnya. Jadi memori
merupakan inti dari perkembangan kognitif, sebab segala bentuk belajar dari
individu melibatkan memori. Dengan memori individu dapat menyimpan informasi
yang diterima sepanjang waktu. Tanpa memori, individu mustahil dapat
merefleksikan dirinya sendiri, karena pemahaman diri sangat tergantung pada
suatu kesadaran yang berkesinambungan, yang hanya dapat terlaksana dengan
adanya memori.
B.
Model Pembelajaran Tematik
Metode
pembelajaran tematik adalah metode pembelajaran yang memadukan satu pokok
bahasan ditinjau dari berbagai disiplin ilmu yang memiliki keterkaitan satu
sama lain dan dikemas dalam bentuk tema-tema. Dengan pembelajaran terpadu
tersebut, guru berperan memadukan dan menyatukan pemahaman / wawasan siswa
terhadap sejumlah materi tanpa terkotak-kotak dengan label bidang studi
tertentu. Dengan meminimalkan pengotakan antar bidang studi, berarti
pengetahuan-sikap-ketrampilan yang diperoleh dari berbagai bidang studi
tidak perlu dikemas dalam paket-paket yang saling terpisah.
Salah
satu contoh penerapan metode pembelajaran tematik misalkan soal stek, mungkin
saja dari pembahasan pembahasan mengenai cara bercocok tanam dengan metode stek
akan muncul ide-ide lain dari para siswa. Sebisa mungkin siswa diajak
mempraktekkan langsung di lapangan. kalaupun tidak bisa melakukan kegiatan
praktik di luar ruangan, bisa saja dengan cara menyajikan sejumlah materi
tematik dan contohnya via media visual di dalam kelas sehingga siswa mudah menyerap
pelajaran dengan baik.
Pada
dasarnya belajar tidak hanya terdiri dari teori saja. Teori dibutuhkan dalam
rangka mengejar standardisasi kurikulum. Tetapi untuk mencapai tujuan-tujuan
itu, perlu ada media belajarnya yang menyenangkan bagi siswa. Dengan
mengedepankan hal-hal yang menyenangkan bagi siswa secara otomatis akan
membantu para siswa tersebut untuk lebih mudah menyerap serta memahami
pelajaran dan materi yang sedang disampaiakan guru.
Tidak
adanya pengotakan materi satu bidang studi dalam penerapan metode pembelajaran
tematik ini menuntut guru untuk lebih kreatif dalam menyampaikan materi.
Misalnya materi tentang proses terbentuknya kecambah tidak hanya dibahas dari
sisi ilmu pengetahuan alam saja tetapi juga bisa berhubungan dengan mata
pelajaran yang lain. Diharapkan dengan diterapkannya metode pembelajaran
tematik ini, baik guru maupun siswa lebih banyak berinteraksi baik melalui
media diskusi serta tanya jawab sehingga bisa menemukan sebuah titik temu
jawaban dari berbagai sudut pandang
Penggabungan beberapa kompetensi dasar, indikator serta
isi mata pelajaran dalam pembelajaran tematik akan terjadi penghematan karena
tumpang tindih materi dapat dikurangi bahkan dihilangkan. Siswa mampu melihat
hubungan-hubungan yang bermakna sebab isi/materi pembelajaran lebih berperan
sebagai sarana atau alat, bukan merupakan tujuan akhir. Pembelajaran menjadi
utuh sehingga siswa akan mendapat pengertian mengenai proses dan materi
pelajaran secara utuh pula. Dengan adanya pemaduan antar mata pelajaran maka
penguasaan konsep akan semakin baik dan meningkat.
Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Tematik, Menurut Kunandar (2007:315),
Pembelajaran tematik mempunyai kelebihan yakni:
- Menyenangkan karena berangkat dari minat dan
kebutuhan peserta didik.
- Memberikan pengalaman dan kegiatan belajar mengajar
yang relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
- Hasil belajar dapat bertahan lama karena lebih
berkesan dan bermakna.
- Mengembangkan keterampilan berpikir peserta
didiksesuai dengan persoalan yang dihadapi.
- Menumbuhkan keterampilan sosial melalui kerja sama
- Memiliki sikap toleransi, komunikasi dan tanggap
terhadap gagasan orang lain.
- Menyajikan kegiatan yang bersifat nyata sesuai
dengan persoalan yang dihadapi dalam lingkungan peserta didik.
Selain kelebihan di atas pembelajaran tematik
memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan pembelajaran tematik tersebut terjadi
apabila dilakukan oleh guru tunggal. Misalnya seorang guru kelas kurang
menguasai secara mendalam penjabaran tema sehingga dalam pembelajaran tematik
akan merasa sulit untuk mengaitkan tema dengan mateti pokok setiap mata
pelajaran. Di samping itu, jika skenario pembelajaran tidak menggunakan metode
yang inovatif maka pencapaian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar tidak
akan tercapai karena akan menjadi sebuah narasi yang kering tanpa makna.
C.
Model Pembelajaran
Kooperatif
Menurut
Slavin pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara
berkelompok, siswa dalam satu kelas dijadikan kelompok -kelompok kecil yang
terdiri dari 4 sampai 5 orang untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh
guru. Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan setting
kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok
sebagai wadah siswa bekerjasama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi
sosial dengan teman sebayanya, memberikan kesempatan pada peserta didik untuk
mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi
narasumber bagi teman yang lain. Jadi Pembelajaran kooperatif merupakan model
pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri: 1) untuk
menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif,
2) kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang
dan rendah, 3) jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa
ras, suku, budaya jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap
kelompok terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula, dan
4) penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada perorangan.
Dalam
pembelajaran kooperatif, dua atau lebih individu saling tergantung satu sama
lain untuk mencapai suatu tujuan bersama. Menurut Ibrahim dkk. siswa
yakin bahwa tujuan mereka akan tercapai jika dan hanya jika siswa lainnya juga
mencapai tujuan tersebut. Untuk itu setiap anggota berkelompok bertanggung
jawab atas keberhasilan kelompoknya. Siswa yang bekerja dalam situasi
pembelajaran kooperatif didorong untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama dan
mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya.
Model
pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga
tujuan pembelajaran penting. Menurut Depdiknas tujuan pertama pembelajaran
kooperatif, yaitu meningkatkan hasil akademik, dengan meningkatkan kinerja
siswa dalam tugas-tugas akademiknya. Siswa yang lebih mampu akan menjadi nara
sumber bagi siswa yang kurang mampu, yang memiliki orientasi dan bahasa yang
sama. Sedangkan tujuan yang kedua, pembelajaran kooperatif memberi peluang agar
siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar
belajar. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan akademik,
dan tingkat sosial. Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif
ialah untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial
yang dimaksud antara lain, berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat
orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat,
bekerja dalam kelompok dan sebagainya.
Menurut
Ibrahim, dkk. pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang positif untuk siswa
yang hasil belajarnya rendah sehingga mampu memberikan peningkatan hasil belajar
yang signifikan. Cooper mengungkapkan keuntungan dari metode pembelajaran
kooperatif, antara lain: 1) siswa mempunyai tanggung jawab dan terlibat secara
aktif dalam pembelajaran, 2) siswa dapat mengembangkan keterampilan berpikir
tingkat tinggi, 3) meningkatkan ingatan siswa, dan 4) meningkatkan kepuasan
siswa terhadap materi pembelajaran.
Menurut
Ibrahim, unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif sebagai berikut: 1) siswa
dalam kelompok haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan
bersama, 2) siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu didalam kelompoknya, 3)
siswa haruslah melihat bahwa semua anggota didalam kelompoknya memiliki tujuan
yang sama, 4) siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di
antara anggota kelompoknya, 5) siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan
penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok, 6) siswa
berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama
selama proses belajarnya, dan 7) siswa akan diminta mempertanggungjawabkan
secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
D.
Model Pembelajaran
Kontekstual
Contextual teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi
pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penh ntuk
dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi
kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam
kehidupan mereka.
Ada tiga hal yang harus dipahami. Pertama
CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, kedua
CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang
dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, ketiga mendorong siswa untuk
dapat menerapkan dalam kehidupan.
Ada yang perlu dipahami tentang
pbelajar dalam konteks CTL.
1.
Belajar
bukanlah menghafal, akan tetapi proses mengkontruksi pengetahuan sesuai dengan
pengalaman yang mereka miliki
2.
Belajar
bukan sekedar mengumnpulkan fakta yang lepas-lepas.
3.
Belajar
adalah proses pemecahan masalah
4.
Belajar
adalah proses pengalaman sendiri yang berkembang dari yang sederhana menuju
yang kompleks
5.
Belajar
pada hakikatnya adalah menangkap pengetahuan dari kenyataan.
CTL
dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas
yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara
garis besar, langkahnya sebagai berikut ini. Kembangkan pemikiran bahwa anak
akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi
sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
1.
Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri
untuk semua topic
2.
kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan
bertanya
3.
Ciptakan masyarakat belajar
4.
Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
5.
Lakukan refleksi di akhir pertemuan
6.
Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan
berbagai cara